Senin, 01 Desember 2014

HUBUNGAN PENGANGGURAN, INFLASI DAN DEFLASI



PENGANGGURAN
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Jenis-Jenis Pengangguran
A.  Berdasarkan Jam Kerja
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam :
1.      Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2.      Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3.      Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

B.  Berdasarkan Penyebab Terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 8 macam:
1.      Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)
Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerja penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
2.      Pengangguran Konjungtural (Cycle Unemployment)
Pengangguran Konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
3.      Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)
Pengangguran Struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
·    Akibat permintaan berkurang
·    Akibat kemajuan dan penggunaan teknologi
·    Akibat kebijakan pemerintah
4.      Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)
Pengangguran Musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.
5.      Pengangguran Siklikal
Pengangguran Siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.


6.      Pengangguran Teknologi
Pengangguran Teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
7.      Pengangguran Siklus
Pengangguran Siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran Siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).

Penyebab Terjadinya Pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Dampak Terjadinya Pengangguran
A.  Akibat Buruk Pengangguran Terhadap Kegiatan Perekonomian Negara
a)    Penurunan pendapatan perkapita.
b)   Penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
c)    Meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.
B.  Akibat Buruk Pengangguran Terhadap  Individu dan Masyarakat
a)    Pengangguran merupakan beban psikologis dan psikis.
b)   Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak digunakan apabila tidak bekerja.
c)    Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.

Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Pengangguran
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan berbagai cara untuk mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut :
1.    Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
a)    Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
b)   Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
c)    Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
d)   Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
2.    Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara Friksional antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut :
a)    Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya.
b)   Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
c)    Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya.
d)   Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
3.    Cara Mengatasi Pengangguran Musiman
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut :
a)    Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan
b)   Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.



4.    Cara Mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut :
a)    Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
b)   Meningkatkan daya beli masyarakat.

INFLASI
Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga barang-barang secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Pengertian inflasi menurut para ahli, yaitu:
·      Menurut Rahardja (1997: 32) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga barang-barang maka hal ini disebut inflasi.
·      Menurut Eachern (2000: 133) menyatakan bahwa inflasi adalah kenaikan terus-menerus dalam rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak berarti sebagai inflasi.
·      Menurut Sukirno (2004: 27) memberikan definisi bahwa inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.


Mengukur Tingkat Inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
·      Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
·      Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
·      Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
·      Indeks harga barang-barang modal

Diantara banyak cara utk mengukur tingkat inflasi, dua yg paling sering digunakan adalah :
·      Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI), nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). IHK sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak lainnya. Untuk memperkirakan nilai IHK pada masa depan, ekonom menggunakan indeks harga produsen, yaitu harga rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen untuk membuat produknya. Untuk mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI). Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk komoditi yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (sepertti bahan makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa) yang dibeli konsumen.
Indeks harga Konsumen (IHK) merupakan persentase yang digunakan untuk menganalisis tingkat/laju inflasi. IHK juga merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur inflasi di Indonesia. Di Indonesia badan yang bertugas untuk menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Penghitungan IHK dimulai dengan mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa. Jika PDB mengubah jumlah berbagai barang dan jasa menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur nilai produksi, IHK mengubah berbagai harga barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur sseluruh tingkat harga.
Badan Pusat Statistik menimbang jenis-jenis produk berbeda dengan menghitung harga sekelompok barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen tertentu. IHK adalah harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar.
IHK adalah indeks yang sering dipakai namun bukanlah satu-satunya indeks yang dipakai untuk mengukur laju inflasi. Masih ada indeks yang dapat digunakan yakni indeks Harga Produsen (IHP), yang mengukur harga sekelompok barang yang dibeli perusahaan (produsen bukannya konsumen). Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:
IHK = (Pn/Po)x100 Di mana, Pn = Harga sekarang, Po = Harga pada tahun dasar
Contoh: Harga untuk jenis barang tertentu pada tahun 2005 Rp 10.000,00 per unit, sedangkan harga pada tahun dasar Rp 8.000,00 per unit maka indeks harga pada tahun 2005 dapat dihitung sebagai berikut:
IHK = (Rp 10.000 / Rp 8.000) x 100 = 125
Ini berarti pada tahun 2005 telah terjadi kenaikan IHK sebesar 25% dari harga dasar yaitu 125-100 (sebagai tahun dasar).

Sedangkan untuk menghitung tingkat inflasi digunakan rumus sebagai berikut.
Inflasi = {(IHKn - IHKo)/IHKo}x 100%
Di mana, IHKn = Indeks Harga Konsumen periode ini, IHKo = Indeks Harga Konsumen periode lalu
Contoh: Pada guntingan berita di atas Kepala BPS Choiril Maksum mengemukakan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan pada bulan Oktober 2005 mencatat inflasi 28,57. Terjadi kenaikan indeks dari 127,91 pada September 2005 menjadi 164,45% pada bulan Oktober 2005. Dikatakan pada berita tersebut terjadi inflasi sebesar 28,57% dari bulan September 2005 sampai Oktober 2005. Bagaimana kita menghitung angka 28,57%?
Inflasi = {(164,45% - 127,91%)/127,91%}x 100% = 28,57 %

Jadi jelas bahwa angka 28,57 % tersebut dihitung dengan rumus di atas. Ingat : Inflasi selalu dinyatakan dengan % tetapi indeks tidak dinyatakan dengan %.

·      Deflator PDB (GDP Deflator) adalah rasio antara PDB riil dengan PDB nominal, dikalikan 100. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. PDB merupakan singkatan dari produk domestik bruto (PDB)—jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.
Deflator PDB adalah analog dari indeks harga konsumen (CPI) dan menunjukkan perubahan dalam tingkat harga semua barang milik PDB. Untuk perhitungan deflator, berbagai barang dan jasa yang terpilih, dan perhitungan ini meliputi tidak hanya harga barang-barang dan jasa, tetapi juga harga untuk barang-barang investasi, barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah maupun barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar dunia.
Deflator adalah indeks harga agregat bertujuan untuk penghapusan dampak harga dan penentuan dinamika volume fisik indikator nilai gabungan:
1. PDB secara keseluruhan,
2. PDB menurut sektor ekonomi,
3. PDB dari daerah pengguna terakhir,
4. PDB dari total pendapatan negara dan sosial kelompok tertentu.

Berbeda dengan indeks harga konsumen, PDB deflator tidak diukur pada barang yang tetap melainkan pada struktur saat produksi. Harus diingat bahwa GDP deflator yang berbeda mencerminkan barang dan jasa selama bertahun-tahun, sehingga deflator tiap tahun berbeda dan tidak sama. Berbeda dengan deflator, indeks harga konsumen (CPI) menunjukkan dinamika biaya perhitungan barang dan jasa yang sama. Itu sebabnya secara akurat mencerminkan biaya satu perhitungan dari waktu ke waktu.

Jenis-Jenis Inflasi
A.  Berdasarkan Keadaan
1.    Inflasi ringan atau Creeping inflation (di bawah 10% setahun)
Ditandai dengan laju inflasi yang rendah sehingga kenaikkan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama.
2.    Inflasi sedang (antara 10 % - 30 % setahun)
Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi. Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga. Pendapatan riil masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti buruh, mulai turun dan kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.
3.    Inflasi berat (antara 30 % - 100 % setahun)
Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan. Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.
4.    Hiper Inflasi atau Hyperinflation (diatas 100 % setahun)
Inflasi ini terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflation).

B.  Berdasarkan Penyebabnya
1.    Demand Pull Inflation
Adalah inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang yang kuat. Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total akan barang dan jasa yang berlebihan. Hal ini biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar, sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa, akan mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kemudahan untuk mendapatkan kredit atau kredit yang murah. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan total, sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment, dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas di pasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

2.    Cost Push Inflation
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan / atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal, dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti meningkatnya biaya produksi, adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, huru-hara, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dan lain-lain, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri (terutama negara-negara partner dagang), peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), kenaikan biaya produksi, kenaikan harga barang yang disertai menurunnya produksi barang, berkurangnya penawaran agregatif, dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi atau karena kenaikan bahan bakar minyak. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

C.  Berdasarkan Asal Terjadinya
1.    Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena terjadi defisit anggaran belanja yang dibiayai oleh pemerintah dengan pencetakan uang baru, karena panenan gagal sehingga bahan makanan menjadi mahal, gagalnya keseimbangan pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal dan akibat-akibat lain sebagainya.
2.    Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga (yaitu, inflasi) di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. Kenaikan harga barang-barang yang kita impor mengakibatkan:
a.    secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor,
b.    secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi (dan kemudian, harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin impor (cost inflation),
c.    secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan (tetapi ini tidak demikian) kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha megimbangi kenaikan harga impor tersebut (demand inflation).

Teori Inflasi
1.    Teori Kuantitas (Teori Irving Fisher)
Teori ini adalah teori yang masih sangat berguna untuk menganalisis sebab-sebab timbulnya inflasi di zaman modern ini, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini lebih menyoroti peranan dalam proses terjadinya inflasi yang disebabkan dua faktor berikut:
a.    Jumlah uang yang beredar
Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan volume jumlah uang beredar (baik penambahan uang kartal maupun uang giral). Tanpa adanya kenaikan jumlah uang beredar maka tidak akan terjadi inflasi, meskipun terjadi kenaikan harga. Misalnya saja jika terjadi kegagalan panen, harga cenderung naik, namun kenaikan harga beras tersebut hanya sementara waktu saja dan tidak menyebabkan terjadinya inflasi. Dengan demikian, bila jumlah uang beredar tidak ditambah lagi, inflasi akan berhenti dengan sendirinya.
b.    Ekspektasi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang
Ada tiga kemungkinan keadaaan :
·      Pertama, bila masyarakat belum meramalkan harga-harga untuk naik pada waktu mendatang. Maka sebagian besar penambahan jumlah uang beredar akan diterima masyarakat untuk menambah uang kasnya yang berarti sebagian besar kenaikan jumlah uang beredar tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Hal ini menyebabkan tidak ada kenaikan permintaan dan tidak ada kenaikan harga barang-barang. Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu inflasi dimulai dan masyarakat belum menyadari adanya inflasi.
·      Kedua, dimana masyarakat mulai sadar akan adanya inflasi dan meramalkan adanya kenaikan harga barang-barang pada waktu mendatang. Penambahan jumlah uang beredar tidak lagi digunakan masyarakat untuk menambah uang kasnya melainkan untuk membeli barang. Hal ini dilakukan karena masyarakat ingin menghindari kerugian akibat memegang uang kas. Keadaan ini berarti terdapat kenaikan permintaan barang-barang tersebut dan selanjutnya harga barang-barang tersebut akan meningkat.
·      Ketiga, merupakan tahapan yang lebih parah yaitu tahap hiperinflasi. Dalam keadaan ini masyarakat sudah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai mata uang. Keaddaan ini ditandai dengan makin cepatnya peredaran uang (velocity of circulation yang menaik).

2.    Teori Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Dengan demikian permintaan masyarakat akan barang melebihi jumlah yang tersedia. Hal ini terjadi karena masyarakat mengetahui keinginannya dan menjadikan keinginan tersebut dalam bentuk permintaan yang efektif terhadap barang. Dengan kata lain, masyarakat berhasil memperoleh dana tambahan diluar batas kemampuan ekonominya sehingga golongan masyarakat ini bisa memperoleh barang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang seharusnya.
Tentunya tidak semua golongan ini misalnya masyarakat yang berpenghasilan tetap atau penghasilannya meningkat tidak secepat laju inflasi. Bila jumlah permintaan barang meningkat, pada tingkat harga berlaku, melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat, maka inflationary gap akan timbul. Keadaan ini menyebabkan harga-harga naik dan berarti rencana pembelian barang tidak dapat terpenuhi. Pada periode selanjutnya, masyarakat akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi (baik dari pencetakan uang baru maupun dari kredit pada bank dan permintaan kenaikan gaji). Proses inflasi akan tetap berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat.

3.    Teori Struktural
Teori ini juga teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-sebab munculnya inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi terutama yang terjadi di negara berkembang. Ada dua kekakuan/ketidakelastisan dalam perekonomian di negara berkembang yang menimbulkan inflasi yaitu:


a.      Kekakuan dari penerimaan ekspor
Hal ini dikarenakan nilai ekspor tumbuh lebih kecil dari sektor lain dikarenakan harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut tidak menguntungkan atau dengan kata lain term of trade semakin memburuk. Hal lain yang menyebabkan ekspor tumbuh lebih kecil dari sektor lain adalah produksi barang-barang ekspor tidak elastis terhadap kenaikan harga. Hal ini akan mendorong pemerintah menggalakkan produksi dalam negeri untuk barang-barang yang sebelumnya diimpor (import subtitution strategy).
b.      Kekakuan penawaran bahan makanan
Penawaran bahan makanan lebih lambat daripada pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, sehingga kenaikan harga bahan makanan dalam negeri cenderung untuk naik melebihi harga barang-barang lainya. Akibatnya timbul tuntutan dari buruh untuk meminta upah yang lebih tinggi. Kenaikan upah berarti kenaikan ongkos produksi. Kenaikan ongkos produksi akan mengakibatkan kenaikan harga barang-barang yang bersangkutan. Kenaikan harga barang-barang tersebut mendorong terjadinya inflasi yang dikenal dengan istilah wage push inflation.
Dalam hal ini Inflasi cenderung terjadi karena pertambahan produksi barang-barang terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya. Lambatnya produksi ini mengakibatkan terjadinya menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi seperti ini tidak bisa diobati hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus dengan pembangunan sektor bahan makanan dan ekspornya.

Penyebab Timbulnya Inflasi
Hal-hal yang menyebabkan timbulnya inflasi adalah sebagai berikut:
a.    Kenaikan permintaan melebihi penawaran atau di atas kemampuan berproduksi dimana inflasi terjadi disebabkan oleh naiknya permintaan total terhadap barang dan jasa.
b.    Kenaikan biaya produksi, dimana inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi, sehingga harga barang dan jasa yang ditawarkan mengalami kenaikan.
c.    Meningkatnya jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, artinya terdapat penambahan jumlah uang yang beredar, sehingga para produsen menaikkan harga barang.
d.   Berkurangnya jumlah barang di pasaran artinya jumlah barang yang ada di pasar atau jumlah penawaran barang mengalami penurunan, sehingga jumlahnya sedikit sedangkan permintaan akan barang tersebut banyak sehingga harga barang naik.
e.    Inflasi dari luar negeri, artinya inflasi karena mengimpor barang dari luar negeri, sedangkan di luar negeri terjadi inflasi, sehingga barang-barang impor mengalami kenaikan harga.
f.     Inflasi dari dalam negeri, artinya meningkatnya pengeluaran pemerintah atau terjadi defisit anggaran.

Cara Mencegah Inflasi
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar.
1.    Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantaranya adalah jumlah uang yang beredar terlalu banyak, sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan ini adalah kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar, salah satunya adalah dengan cara mengendalikan pemberian kredit oleh Bank Umum kepada masyarakat. Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
a)   Politik diskonto (Discount Policy = Politik uang ketat): adalah kebijakan Bank Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan suku bunga, agar masyarakat tertarik untuk menabung atau menyimpan uangnya, dengan harapan jumlah uang yang beredar dan permintaan kredit dapat dikurangi. Kenaikan suku bunga simpanan, pada akhirnya juga dapat mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
b)   Politik pasar terbuka (Open Market Policy): bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar, sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah. Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi
c)    Politik Persediaan Kas (Cash Ratio Policy) atau Peningkatan cash ratio: Politik Bank Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan uang giral yang boleh dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Dengan menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank, maka jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
RUMUS :  M=1/CK x L
Dimana:
m = jumlah uang yang diedarkan oleh Bank Umum
ck = % cadangan minimum kas
L = alat likuiditas / cadangan kas
d)   Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit.
e)    Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1

2.    Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
·      Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah: Pemerintah menjaga penggunaan anggaran negara sesuai dengan perencanaan dan tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
·      Menaikkan pajak: Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
·      Peningkatan Pinjaman Pemerintah: Meningkatkan pinjaman pemerintah dengan jalan tanpa paksaan atau dengan pinjaman paksa, misalnya pemerintah memotong gaji pegawai negeri 10% untuk ditabung, ini terjadi pada masa orde lama.

3.    Kebijakan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang dalam negeri cenderung menurunkan harga.

4.    Kebijakan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan harga, serta didasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, gaji atau upah juga dinaikkan.

Dampak dari Inflasi
Inflasi umumnya memberikan dampak yang kurang menguntungkan dalam perekonomian, akan tetapi sebagaimana dalam salah satu prinsip ekonomi bahwa dalam jangka pendek ada trade off antara inflasi dan pengangguran menunjukkan bahwa inflasi dapat menurunkan tinhgkat pengangguran, atau inflasi dapat dijadikan salah satu cara untuk menyeimbangkan perekonomian negara, dan lain sebagainya. Secara khusus dapat diketahui beberapa dampak baik negatif maupun positif dari inflasi adalah sebagai berikut:
Dampak Negatif
1.    Bila harga secara umum naik terus-menerus maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2.    Sebagai akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush akibatnya bank kekurangan dana berdampak pada tutup (bangkrut ) atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
3.    Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga di pasaran.
4.    Distribusi barang relative tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
5.    Bila inflasi berkepanjanagn produsen banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6.    Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.

Dampak Positif
1.    Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifme dapat ditekan.
2.    Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
3.    Tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha.

HUBUNGAN PENGANGGURAN DAN INFLASI
Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor.
Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor yang relatif lebih murah. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunya daya saing barang domestik di pasar internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekspor cenderung turun, sebaliknya nilai impor cenderung naik.
Kurang bersaingnya harga barang jasa domestik menyebabkan rendahnya permintaan terhadap produk dalam negeri. Produksi menjadi dikurangi. Sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi berkurang akan menyebabkan sejumlah pekerja kehilangan pekerjaan.
Para ekonom berpendapat bahwa tingkat inflasi yang terlalu tinggi merupakan indikasi awal memburuknya perekonomian suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong Bank Sentral menaikkan tingkat bunga. Hal ini menyebabkan terjadinya kontraksi atau pertumbuhan negatif di sektor riil.
Dampak yang lebih jauh adalah pengangguran menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, tingkat inflasi dan tingkat pengangguran merupakan dua parameter yang dapat digunakan untuk mengukur baik buruknya kesehatan ekonomi yang dihadapi suatu negara.
Pada tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva Phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva Phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva Phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva Phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi.









Argumentasi untuk menjelaskan kurva Phillips di atas dirumuskan dengan formulasi sebagai berikut:
Laju inflasi = Tingkat kenaikan upah – Tingkat kenaikan produktivitas
Dari kurva Phillips tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi harapan inflasi akan semakin cepat pula kenaikan tingkat upah
Kurva Phillips ini tidak selalu tetap letaknya, tetapi seperti pendapat Friedman dan Phelps, bahwa kurva Phillips tidak menunjukkan suatu hubungan jangka panjang yang stabil. Kurva Phillips itu akan bergeser ke luar bila pengambil keputusan mencoba mempertahankan tingkat pengangguran di bawah tingkat pengangguran natural, dan sebaliknya bila tingkat pengangguran dibiarkan berada di atas tingkat pengangguran natural, maka kurva Phillips akan  bergeser ke bawah. Selanjutnya Friedman dan Phelps seperti halnya dengan Phillips sendiri menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi inflasi akan semakin cepat pada kenaikan tingkat upah.

HYPERINFLASI
Hiperinflasi adalah inflasi yang tidak terkendali, kondisi ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis. Secara formal, hiperinflasi terjadi jika tingkat inflasi lebih dari 50% dalam satu bulan. Sebagai sebuah aturan ibu jari, inflasi biasanya dilaporkan setahun sekali, namun dalam kondisi hiperinflasi, tingkat inflasi dilaporkan dalam interval yang lebih singkat, biasanya satu bulan sekali. Hiperinflasi biasanya muncul ketika adanya peningkatan persediaan uang yang tidak diketahui atau perubahan sistem mata uang secara drastis. Hiperinflasi biasanya dikaitkan dengan perang, depresi ekonomi, dan memanasnya kondisi politik atau sosial suatu negara.
Hiperinflasi seringkali berlaku dalam perekonomian yang sedang mengalami perang atau kekacauan politik dalam negaranya. Dalam masa-masa seperti ini pemerintah terpaksa menambah pengeluaran yang jauh melebihi pajak yang di pungutnya.Salah satu caranya adalah meminjam dari bank sentral atau mewajibkan bank sentral mencetak lebih banyak uang pembelanjaan pemerintah yang berlebihan tersebut mempercepat pertambahan pengeluaran agregat. Pada umumnya sektor perusahaan tidak akan mapu menghadapi kenaikan pengeluaran yang sangat berlebihan , dan sebagai akibatnya harga-harga akan naik dengan cepat.
Apabila inflasi yang tinggi tingkatnya ini berjalan terus menerus, tingkat kegiatan ekonomi akan semakin menurun dan ini menyebabkan pendapatan nasional mengalami kemunduran dan pengangguran semakin meningkat. Ini berarti hiperinflasi cenderung mewujudkan stagfasi.

DEFLASI
Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Ada pula deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat. Kamus ekonomi deflasi adalah penurunan tingkat pendapatan nasional (national income) dan output yang biasanya dibarengi dengan penurunan tingkat harga-harga umum (disinflasi/disinflation). Deflasi sering dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah untuk menurunkan inflasi dan memperbaiki neraca pembayaran dengan menurunkan permintaan impor.

Penyebab Terjadinya Deflasi
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab deflasi :
1.    Menurunnya Persediaan Uang di Masyarakat
Menurunnya jumlah persediaan uang di masyarakat ini cenderung disebabkan karena sebagian besar masyarakat menyimpan uangnya di bank. Masyarakat menyimpan uangnya di bank kemungkinan disebabkan oleh tingkat suku bunga yang tinggi karena dapat memberikan keuntungan yang cukup tinggi. Sehingga dengan demikian persediaan uang yang ada di masyarakat semakin berkurang. Jika persediaan uang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah barang maka akan dapat menimbulkan deflasi.

2.    Meningkatnya Persediaan Barang
Kadang kala produksi barang tidak bisa di bendung apabila permintaan barang meningkat. Produsen cenderung terus meningkatkan produksinya pada saat kondisi seperti itu. Jika jumlah barang yang diproduksi tersebut tidak habis terjual kepada konsumen dan produksi tetap dilakukan sedangkan permintaan akan barang semakin berkurang maka akan dapat meningkatkan jumlah persediaan barang di masyarakat akibatnya harga barang tersebut semakin menurun karena jumlahnya banyak.
3.    Menurunnya Permintaan Akan Barang
Apabila permintaan akan suatu barang menurun sedangkan produksi tetap dilakukan maka cenderung hal tersebut akan menurunkan tingkat harga barang yang bersangkutan.

Pengaruh dan Akibat Deflasi
a.    Penurunan persediaan uang: Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi akan mengalami kekacauan.
b.    Memperlambat aktivitas ekonomi: Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
c.    Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya. Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.
d.    Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
e.    Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.




Dampak Deflasi
a.    Dampak positif, deflasi akan membuat orang menyimpan uang sehingga uang benar-benar dihargai dan jaminan keamanan sosial politik. Orang akan banyak berinvestasi langsung dan ketersediaan barang terjamin. Akibatnya nilai mata uang akan menguat.
b.    Dampak negatif, deflasi akan membuat jatuh nilai properti. Orang lebih suka mendepositokan uangnya di bank atau pasar modal daripada beli properti yang tidak naik. Karena harga terus turun maka produsen cenderung kurang berminat memproduksi barang. Kesempatan kerja berkurang karena banyak PHK. Pajak tidak dapat ditarik oleh pemerintah sehinga pendapata negara berkurang. Kegiatan perekonomian secara keseluruhan mengalami kemunduran.

Cara Mengatasi Deflasi
Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhanselamanya. Hal ini parallel dengan inflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif. Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negative. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan semata-mata.
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.

STAGFLASI
Stagflasi atau stag flation yaitu keadaan inflasi yg sangat tinggi dan berkepanjangan, ditandai dengan macetnya kegiatan perekonomian yang menyebabkan pengangguran.
Stagflasi, dalam makroekonomi, adalah periode ketika inflasi dan konstraksi (yaitu, menurunnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran, yang sering terjadi di masa resesi) terjadi secara bersamaan.
Stagflasi pula berlaku apabila berlakunya inflasi desakan kos yaitu inflasi yang diakibatkan kenaikan kos yang menyebabkan peningkatan dalam harga kos pengeluaran. Kenaikan kos pengeluaran ini akan menyebabkan firma akan menaikkan harga-harga barang dalam pasaran.
Inilah yang berlaku dalam sekitar tahun 1973, yaitu apabila harga minyak dunia naik dan menyebabkan peningkatan harga kos pengeluaran.
Staglasi disebabkan oleh kekuatan ganda yaitu:
a.    Adanya kekurangan dalam permintaan agregat (aggregate demand) secara  relatef terhadap produk nasional bruto potensial (potential gross national product).
b.    Meningkatnya biaya masukan faktor (faktor input).
Selain itu stagflasi juga berarti kondisi dimana hubungan terbalik antara laju inflasi dan output ini merupakan akibat dari pergeseran kurva penawaran aggregate yang disebabkan oleh perubahan inflasi yang diharapkan. Dan terjadi apabila inflasi naik sedangkan output turun atau sekurang-kurangnya tidak naik.

Situasi Stagflasi
Situasi ini juga menyebabkan pendapatan negara merosot dan harga pasaran meningkat. Pengurangan pendapatan negara akan mengurangkan tahap guna tenaga (peluang pekerjaan).
Kenaikan kos pengeluaran dalam ekonomi akan menimbulkan dua kesan buruk kepada ekonomi iaitu inflasi dan pengurangan guna tenaga (kurang peluang pekerjaan). Maka, keadaan seperti inilah yang dinamakan sebagai stagflasi. Rentetan daripada keadaan ini ekonomi akan menghadapi masalah stagnasi hasil daripada masalah inflasi. Inilah yang berlaku pada tahun 1973 di mana minyak yang diekspor daripada negara-negara Arab meningkat 3 kali ganda. Manakala negara Eropa dan Amerika Serikat adalah pengimpor terbesar minyak dunia. Ini menyebabkan penigkatan kos pengeluaran yaitu kenaikan dalam harga barang dan sekaligus mengurangkan pendapatan negara (kurang peluang pekerjaan). Inflasi tolakan kos seringkali berlaku pada ketika ekonomi hampir atau telah mencapai tahap guna tenaga penuh yaitu ekonomi menghadapi masalah kekurangan buruh.

STAGNASI
Stagnasi adalah suatu keadaan di mana tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 0% per tahun.
Stagnasi ekonomi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi berjalan lambat (biasanya diukur berdasarkan pertumbuhan GDP) pada suatu periode tertentu. Beberapa pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "lambat" di sini adalah angka pertumbuhan ekonomi lebih kecil daripada pertumbuhan ekonomi potensial yang diprediksi oleh ahli makroekonomi. Yang lain menyebutkan bahwa stagnasi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi kurang dari 2-3% per tahun.
Teori stagnasi ekonomi muncul pada masa Depresi Hebat dan biasanya dihubungkan dengan ekonomi Keynesian dan profesor ekonomi Harvard, Alvin Hansen.