Sabtu, 28 Februari 2015

Contoh Autobiografi



Pada tanggal 4 Januari 1996, hari Kamis pagi di sebuah rumah sederhana yang berada di dusun Tebas pukul 05.35 WIB lahirlah seorang bayi berjenis kelamin laki-laki. Bayi tersebut bernama Dinnirwan Rusti, dan itulah saya, sang penulis autobiografi ini. Saya adalah putra dari pasangan Rusdian dan Wati, oleh karena itu dibelakang nama saya ada nama “Rusti”, gabungan antara nama ayah dan ibu saya. Ayah saya seorang wiraswasta dan ibu saya seorang ibu rumah tangga.
Saya anak satu-satunya di keluarga atau anak tunggal. Hobi saya main futsal dan juga mengkoleksi uang kuno ataupun uang asing (numismatik). Saya menyukai warna hitam, ungu dan merah. Saya juga menyukai makanan pedas, agama saya Islam. Saya berharap suatu saat nanti saya bisa menjadi seorang manajer pada lapangan kerja yang dapat saya ciptakan.
Tempat tinggal saya di Kembayat yaitu tepatnya di Desa Tri Kembang, Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas. Sedangkan tempat tinggal saya di Pontianak yaitu di Komplek Mitra Indah Utama 6, Sungai Raya Dalam, disini saya tinggal bersama sepupu saya.
Saya mulai masuk ke dalam dunia pendidikan formal ketika berumur 5 tahun. Waktu itu saya di masukan ke sebuah Sekolah Dasar Negeri tepatnya di SDN 12 Kembayat yang tak jauh dari rumah. Enam tahun saya jalani hari-hari bersama teman saya di SD tersebut. Yang saya ingat, waktu saya masih tingkat SD, saya adalah seorang anak yang sangat jail. Akan tetapi kejailan saya dibarengi oleh prestasi yang lumayan membanggakan. Alhamdulillah dari kelas 1 sampai kelas 6 saya selalu mendapatkan ranking 1. Dan teman-teman saya pun heran karenanya. Satu hal yang tidak akan pernah saya lupakan, waktu masih SD, saya sangat takut sekali dengan jarum suntik, bahkan sampai sekarang saya takut kalau disuntik. Jadi dulu ketika ada petugas imunisasi datang ke sekolah, saya suka bersembunyi di WC sekolah, kadang lari ke kebun karet di belakang sekolah bersama teman-teman saya saking takutnya disuntik.
Sekitar tahun 2008, saya masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan SMPN 5 Teluk Keramat lah yang menjadi pilihan saya dan kedua orang tua saya pada waktu itu.
Pada tingkat pendidikan ini lah saya mulai mengenal dunia keorganisasian. Ada beberapa pilihan badan organisasi yang ditawarkan di SMP pada waktu itu, akhirnya saya memilih Organisasi Kepanduan (Pramuka). Banyak sekali pengalaman yang saya dapat ketika masuk dalam organisasi ini. Dimulai dari pembagian kerja, belajar menjadi pemimpin, belajar bertahan hidup di luar rumah (dengan ikut kemping), menjadi pasukan pengibar bendera, dilatih keberanian, dan masih banyak lagi.
Prestasi yang saya dapat ketika SD tidak dapat saya pertahankan ketika SMP. Rangking 1 yang selalu menjadi langganan didapatkan menjadi susah di dapat. Saya hanya mampu masuk dalam 10 besar.
Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat SMP pada tahun 2010, saya pun melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan tingkat SMA. Saya masuk ke SMAN 1 Sejangkung. Pengalaman berorganisasi yang saya dapatkan waktu duduk di bangku SMP kemudian saya lanjutkan di lingkungan SMA, saya pun masuk dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).
Pada saat penjurusan, tepatnya waktu saya duduk di kelas 2 SMA. Saya masuk jurusan IPA. Sebetulnya saya tidak mau masuk jurusan IPA, akan tetapi karena dorongan orang tua saya pun memberanikan diri untuk masuk jurusan itu. Setelah saya jalani sekitar 2 bulan, ternyata tidak begitu lama untuk saya beradaptasi dengan pelajaran yang saya anggap sulit yakni Matematika, Fisika, Kimia maupun Biologi.
Pengalaman yang paling menarik adalah ketika saya berurusan dengan bagian kesiswaan. Bukan karena saya menjadi anak teladan diantara yang lain, akan tetapi karena kenakalan sayalah yang menyebabkan hal tersebut. Hal yang paling sering membuat bagian kesiswaan marah adalah masalah rambut. Kebetulan di sekolah SMA saya, rambut seorang siswa tidak boleh gondrong (poni tidak boleh kena alis, rambut tidak boleh kena kerah, dan rambut tidak boleh menutupi telinga), dan ketiga hal tersebutlah yang sering saya langgar.
Saya menuntaskan pendidikan SMA pada tahun 2013. Setelah itu saya langsung melanjutkan ke bangku kuliah.Dan setelah dipertimbangkan, saya memilih Universitas Tanjungpura, Pontianak, sebagai pilihan. Saya mendaftar lewat jalur SNMPTN dan saya ternyata lulus di jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi.
Berat juga sebenarnya jika harus meninggalkan keluarga di Sambas, akan tetapi ini harus saya lakukan agar saya bisa belajar lebih mandiri tanpa harus terlalu mengandalkan orang tua dalam segala hal. Di Pontianak, saya tinggal bersama sepupu saya. Orang tua sepupu saya menawarkan saya untuk tinggal bersama anaknya, dan tanpa berfikir panjang saya menerimanya. Alhamdulliah sedikitnya saya bisa terbantu.
Ketika kuliah saya tidak ikut kegiatan keorganisasian. Alasannya tetap karena saya bosan. Dari semester satu dan sampai sekarang semester dua, kehidupan perkuliahan saya biasa-biasa saja. Bisa dibilang saya ini adalah mahasiswa yang menganut azas “kupu-kupu” (kuliah pulang – kuliah pulang).

Senin, 23 Februari 2015

MEKANISME HUKUMAN MATI

Mari kita bahas tentang mekanisme atau cara melakukan eksekusi mati bagi terpidana hukuman mati.

Pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati.

Dalam pelaksanaan pidana mati, pemidanaan akan dilakukan sampai terpidana dalam kondisi mati.

Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih hidup maka komandan regu memerintahkan kepada penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir.

Dengan cara menembakkan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya.

Dan untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat minta bantuan ahli, biasanya dokter.

Penembakan pengakhir dapat diulangi, apabila menurut keterangan dokter masih ada tanda-tanda kehidupan pada terpidana.

Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana.

Pelaksanaan eksekusi terpidana mati dilaksanakan di wilayah hukum pengadilan dimana putusan tingkat pertama dijatuhkan.

Penanggung jawab pelaksanaan pidana mati ini adalah pihak kejaksaan, sedangkan kepolisian hanya sebagai eksekutor bagi terpidana.

Tiga hari sebelum pelaksanaan si terpidana harus sudah diberi tahu dan si terpidana berhak untuk menyampaikan pesan terakhirnya.

Khusus bagi terpidana yang sedang hamil maka pelaksanaan pidana mati menunggu empat puluh hari pasca terpidana melahirkan.

Yang berhak menghadiri pelaksanaan tembak mati adalah Kejaksaan, Kepolisian, Pembela/advokat, Dokter dan Rohaniwan.

Tim penembak terdiri dari satu Regu Penembak dari Brimob dengan anggota seorang Bintara, 12 orang tamtama dan dipimpin satu orang perwira.

Untuk meminimalisir rasa bersalah para Algojo, maka hanya satu senapan saja yang berisi peluru, sisanya peluru hampa.

Para Algojo tidak diberi tahu senapan mana yang berisi peluru asli dan mana peluru hampa (sengaja dirahasiakan).

Sasaran tembakan diarahkan tepat ke jantung terpidana dengan menggunakan tanda khusus diarah jatungnya untuk ditembakkan para Algojo.

Perwira mengangkat pedangnya sebagai tanda agar Regu Tembak mengarahkan senjatanya ke jantung terpidana.

Ketika pedang disentakan ke bawah maka regu penembak pun menembak terpidana scara serentak. Kemudian Dokter memeriksa apakah masih hidup atau mati.

Setelah pelaksanaan maka jenazah terpidana diserahkan kepada kerabat atau sahabat terpidana

Apabila tidak ada kerabat atau sahabat yang menerima jenazahnya maka penguburan diserahkan kepada Negara.