Tsunami
(bahasa Jepang: 津波; tsu
= pelabuhan, nami = gelombang,
secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah
perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara
vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan
oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat
merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah
tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang
tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan
kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1
meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada
di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun
hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga
mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan
kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena
Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh
aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami
adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan
mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air
asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang
mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Namun hingga abad ke-20,
pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih
terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami.
Beberapa kondisi meteorologis, seperti
badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor
tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang laut normal. Ketika
badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya
bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini
pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik
memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan
jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera
Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan
berpusat di Indonesia.
TERMINOLOGI
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang,
tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Tsunami sering
terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 196 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, tsunami
disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini
telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena
gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu
populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Tsunami dan gelombang pasang sama-sama
menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian
tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika
kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang
menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau
"memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang pasang, pengertian ini
tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para
geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan
istilah ini.
Hanya ada beberapa bahasa lokal yang
memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini. Aazhi Peralai dalam
Bahasa Tamil, ië beuna atau alôn buluëk (menurut dialek) dalam
Bahasa Aceh adalah contohnya. Sebagai catatan, dalam bahasa Tagalog versi
Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon
berarti "gelombang". Di Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra,
Indonesia, dalam Bahasa Defayan, smong
berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti tsunami.
PENYEBAB
TERJADINYA TSUNAMI
Tsunami
dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar
air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh
ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman
sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika
meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat
mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan
terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi
gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung
pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa
mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya
akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai
yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm
hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa
mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai
tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan
mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada
patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi,
dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut
serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat
menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi.
Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air
laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis
atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup
besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam
gangguan (disturbance) berskala besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi,
pergeseran lempeng, meletusnya gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda
langit. Tsunami dapat terjadi apabila dasar laut bergerak secara tiba-tiba dan
mengalami perpindahan vertikal.
A.
Longsoran
Lempeng Bawah Laut (Undersea Landslides)
Gerakan yang besar pada kerak bumi
biasanya terjadi di perbatasan antar lempeng tektonik. Celah retakan antara
kedua lempeng tektonik ini disebut dengan sesar (fault). Sebagai contoh, di
sekeliling tepian Samudra Pasifik yang biasa disebut dengan Lingkaran Api (Ring
of Fire), lempeng samudra yang lebih padat menunjam masuk ke bawah lempeng
benua. Proses ini dinamakan dengan penunjaman (subduction). Gempa subduksi
sangat efektif membangkitkan gelombang tsunami.
B.
Gempa
Bumi Bawah Laut (Undersea Earthquake)
Gempa tektonik merupakan salah satu
gempa yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng bumi. Meskipun demikian, tidak
semua gempa bumi dibawah laut berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa bumi dasar
laut dapat menjadi pernyebab terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan
kriteria sebagai berikut:
· Gempa
bumi yang terjadi di dasar laut.
· Pusat
gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut.
· Magnitudo
gempa lebih besar dari 6,0 SR.
· Jenis
pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atau turun).
Tsunami yang ditimbulkan oleh gempa
bumi biasanya menimbulkan gelombang yang cukup
besar, tergantung dari kekuatan gempanya dan besarnya area patahan yang
terjadi.
Tsunami dapat dihasilkan oleh
gangguan apapun yang dengan cepat memindahkan suatu massa air yang sangat besar, seperti suatu
gempabumi, letusan vulkanik, batu
bintang/meteor atau tanah longsor. Bagaimanapun juga, penyebab yang
paling umum terjadi adalah dari gempa bumi
di bawah permukaan laut. Gempa bumi kecil bisa saja menciptakan tsunami akibat dari adanya longsor
di bawah permukaan laut/lantai samudera
yang mampu untuk membangkitkan tsunami. Tsunami dapat terbentuk manakala
lantai samudera berubah bentuk secara vertikal dan memindahkan air yang berada di atasnya.
Dengan adanya pergerakan secara vertical dari
kulit bumi, kejadian ini biasa terjadi di daerah pertemuan lempeng yang
disebut subduksi. Gempa bumi di daerah
subduksi ini biasanya sangat efektif untuk menghasilkan gelombang tsunami dimana lempeng samudera slip di bawah
lempeng kontinen, proses ini disebut juga
dengan subduksi.
C. Aktivitas Vulkanik (Volcanic
Activities)
Pergeseran lempeng di dasar laut,
selain dapat mengakibatkan gempa juga seringkali menyebabkan peningkatan
aktivitas vulkanik pada gunung berapi. Kedua hal ini dapat menggoncangkan air
laut di atas lempeng tersebut. Demikian pula, meletusnya gunung berapi yang
terletak di dasar samudra juga dapat menaikkan air dan membangkitkan gelombang
tsunami.
D. Tumbukan Benda Luar Angkasa (Cosmic
Body-Impacts)
Tumbukan dari benda luar angkasa
seperti meteor merupakan gangguan terhadap air laut yang datang dari arah
permukaan. Boleh dibilang tsunami yang timbul karena sebab ini umumnya terjadi
sangat cepat dan jarang mempengaruhi wilayah pesisir yang jauh dari sumber
gelombang. Sekalipun begitu, bila pergerakan lempeng dan tabrakan benda angkasa
luar cukup dahsyat, kedua peristiwa ini dapat menciptakan megatsunami.
Gempa yang menyebabkan tsunami
1. Gempa bumi yang berpusat di tengah
laut dan dangkal (0 - 30 km).
2. Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya
6,5 Skala Richter.
3. Gempa bumi dengan pola sesar naik
atau sesar turun.
Faktor yang Mempengaruhi Tingginya
Tsunami
1.
Bentuk
Pantai
Refraksi adalah transformasi
gelombang akibat adanya perubahan geometri dasar laut. Di tempat di mana terjadi
penyempitan maka akan terjadi konsentrasi energi, sehingga tinggi gelombang di
tempat itu akan membesar.
2.
Kelandaian
Pantai
Jarak jangkauan tsunami ke daratan
juga sangat ditentukan oleh terjal dan landainya morfologi pantai, di mana pada
pantai terjal tsunami tak akan terlalu jauh mencapai daratan karena tertahan
dan dipantulkan kembali oleh tebing pantai, sementara di pantai landai tsunami
menerjang sampai beberapa kilometer masuk ke daratan. Bila tsunami menjalar ke
pantai maka ia akan mengalami perubahan kecepatan, tinggi dan arah, suatu
proses yang sangat kompleks meliputi shoaling , refraksi, difraksi, dan
lain-lain.
Shoaling adalah proses pembesaran
tinggi gelombang karena pendangkalan dasar laut. Gempa bumi biasanya terjadi di
dekat pertemuan lempeng benua dan samudera di laut dalam, lalu menjalar ke
pantai yang lebih dangkal. Aliran ini akan teramplifikasi ketika mendekati
daratan akibat efek shoaling.
3.
Vegetasi
dan Struktur Penghalang di Sekitar Pantai
Kekuatan hutan pantai meredam
tsunami makin terbukti jika hutan semakin tebal, misalnya hutan dengan lebar
400 meter dihantam tsunami dengan ketinggian tiga meter maka jangkauan run up
tinggal 57 persen, tinggi genangan setelah melewati hutan pantai tersisa 18
persen, arus tinggal 24 persen.
Difraksi
adalah transformasi gelombang akibat ada tidaknya bangunan atau struktur
penghalang. Ini terjadi bila gelombang terintangi sehingga dipantulkan kembali.
Suatu bangunan tegak dan padat akan lebih mampu memecah daripada yang miring
dan tembus air. Pembangunan tembok laut (breakwater) seperti di Jepang, memang
efektif menghalangi terjangan tsunami.
4.
Arah
Gelombang Tsunami
Gelombang tsunami yang datang
dengan arah tegak lurus dengan pantai tentu akan menyebabkan tinggi gelombang
tsunami lebih tinggi jika dibandingkan tinggi gelombang tsunami yang datang
dengan arah sejajar atau dengan sudut tertentu. Seperti datang dari arah barat,
timur, barat daya ataupun dari arah tenggara.
5.
Efek
Pemantulan Dari Pulau Lain
Gelombang
tsunami yang terjadi tidak langsung berasal dari sumbernya, akan tetapi terjadi
karena akibat adanya pemantulan gelombang dari sekitar pulau yang terkena
dampak gelombang tsunami. Hal ini pernah terjadi di pulau Babi, yang mana pulau
tersebut diterjang gelombang tsunami akibat dari pemantulan dari pulau
disekitar pulau Babi.
Tanda-Tanda akan Terjadi Tsunami
a)
Adanya
gempa bumi
Sebaiknya berhati hati bila terjadi
gempa bumi terutama bagi anda yang tinggal di sekitar pantai. Tsunami biasanya
terjadi karena adanya gempa bumi yang terjadi di bawah atau di dekat laut,
tidak hanya gempa di sekitar anda tapi juga di seluruh dunia. Gempa ribuan
kilometer jauhnya dapat berpotensi tsunami yang mematikan di daerah anda.
b)
Perhatikan
penurunan air laut
Jika ada penurunan air laut yang
cepat dan bukan merupakan waktu air laut surut, maka segeralah mencari tempat
perlindungan yang tingggi. Sebelum terjadi gelombang tsunami air laut akan
terlabih dahulu surut dengan cepat dan kemudian kembali dengan kekuatan yang
sangat besar.
c)
Selalu
waspada pada gelombang pertama
Gelombang tsunami pertama tidak
selalu yang paling berbahaya, tetap mendekatkan diri dari garis pantai sampai
benar - benar aman. Jangan berasumsi bahwa jika tsunami kecil di suatu daerah
maka akan kecil pula di daerah lain, ukuran gelombang tsunami bervariasi dan
tidak sama di semua lokasi. Gelombang tsunami juga bisa melakukan perjalanan
melalui sungai -sungai yang terhubung dengan laut.
d)
Dengarkan
suara - suara gemuruh
Banyak korban tsunami menyatakan
bahwa datangnya gelombang tsunami di awali dengan suara gemuruh yang keras
sekali seperti kereta barang
Selain tanda - tanda di atas alam juga
dapat memberikan tanda sebelum terjadinya bencana seperti perilaku hewan yang
berubah, gerakan angin yang tidak biasa dan perbedaan tekanan udara dan cuaca
ekstrem. Para ilmuwan berpendapat bahwa hewan mampu menangkap getaran - getaran
atau perubahan tekanan udara di sekitar mereka yang tidak dapat di lakukan
manusia. Di Sri Lanka dan Thailand ada sebuah cerita tentang gajah-gajah
berlari ke bukit satu jam sebelum tsunami tahun 2004 yang menghancurkan desa
dan membunuh hingga 150.000 orang di kedua negara itu.
Kecepatan Rambat Tsunami
Kecepatan rambat gelombang tsunami
berbeda-beda, tergantung pada kedalaman laut. Di laut dalam, kecepatan rambat
tsunami mencapai 500 – 1000 km per jam atau setara dengan kecepatan pesawat
terbang namun ketinggian gelombangnya hanya sekitar 1 meter. Ketika gelombang
tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan rambatnya hanya sekitar 30 km per
jam, namun ketinggian gelombangnya bisa mencapai puluhan meter. Ini sebabnya
banyak orang yang sedang berlayar di laut dalam tak menyadari adanya tsunami.
Mereka baru mengetahui tsunami telah terjadi ketika tiba di daratan dan
menyaksikan kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh tsunami.
Karakteristik Tsunami
Perilaku gelombang tsunami sangat
berbeda dari ombak laut biasa. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan
tinggi dan dapat merambat lintas-samudra dengan sedikit energi berkurang.
Tsunami dapat menerjang wilayah yang berjarak ribuan kilometer dari sumbernya,
sehingga mungkin ada selisih waktu beberapa jam antara terciptanya gelombang
ini dengan bencana yang ditimbulkannya di pantai. Waktu perambatan gelombang tsunami
lebih lama dari waktu yang diperlukan oleh gelombang seismik untuk mencapai
tempat yang sama.
Periode tsunami cukup bervariasi, mulai
dari 2 menit hingga lebih dari 1 jam. Panjang gelombangnya sangat besar, antara
100-200 km. Bandingkan dengan ombak laut biasa di pantai selancar (surfing)
yang mungkin hanya memiliki periode 10 detik dan panjang gelombang 150 meter.
Karena itulah pada saat masih di tengah laut, gelombang tsunami hampir tidak
nampak dan hanya terasa seperti ayunan air saja.
Bila lempeng samudra pada sesar bergerak
naik (raising), terjadi air pasang di wilayah pantai hingga wilayah tersebut
akan mengalami banjir sebelum kemudian gelombang air yang lebih tinggi datang
menerjang.
Bila lempeng samudra bergerak naik,
wilayah pantai akan mengalami banjir air pasang sebelum datangnya tsunami.
Bila lempeng samudra pada sesar bergerak
turun (sinking), kurang lebih pada separuh waktu sebelum gelombang tsunami
sampai di pantai, air laut di pantai tersebut surut. Pada pantai yang landai,
surutnya air bisa mencapai lebih dari 800 meter menjauhi pantai. Masyarakat
yang tidak sadar akan datangnya bahaya mungkin akan tetap tinggal di pantai
karena ingin tahu apa yang sedang terjadi. Atau bagi para nelayan mereka justru
memanfaatkan momen saat air laut surut tersebut untuk mengumpulkan ikan-ikan
yang banyak bertebaran.
Bila lempeng samudra bergerak turun, di
wilayah pantai air laut akan surut sebelum datangnya tsunami.
Pada suatu gelombang, bila rasio antara
kedalaman air dan panjang gelombang menjadi sangat kecil, gelombang tersebut
dinamakan gelombang air-dangkal. Karena gelombang tsunami memiliki panjang
gelombang yang sangat besar, gelombang tsunami berperan sebagai gelombang
air-dangkal, bahkan di samudra yang dalam. Gelombang air-dangkal bergerak dengan
kecepatan yang setara dengan akar kuadrat hasil perkalian antara percepatan
gravitasi (9,8 m/s2) dan kedalaman air laut.
v = velocity (kecepatan)
g = gravitation (9,8 m/s2)
d = depth (kedalaman)
Sebagai contoh, di Samudra Pasifik,
dimana kedalaman air rata-rata adalah 4000 meter, gelombang tsunami merambat
dengan kecepatan ± 200 m/s (kira-kira 712 km/jam) dengan hanya sedikit energi
yang hilang, bahkan untuk jarak yang jauh. Sementara pada kedalaman 40 meter,
kecepatannya mencapai ± 20 m/s (sekitar 71 km/jam), lebih lambat namun tetap
sulit dilampaui.
Energi dari gelombang tsunami merupakan
fungsi perkalian antara tinggi gelombang dan kecepatannya. Nilai energi ini
selalu konstan, yang berarti tinggi gelombang berbanding terbalik dengan
kecepatan merambat gelombang. Oleh sebab itu, ketika gelombang mencapai
daratan, tingginya meningkat sementara kecepatannya menurun.
Saat memasuki wilayah dangkal, kecepatan
gelombang tsunami menurun sedangkan tingginya meningkat, menciptakan gelombang
mengerikan yang sangat merusak.
Selagi orang-orang yang berada di tengah
laut bahkan tidak menyadari adanya tsunami, gelombang tsunami dapat mencapai
ketinggian hingga 30 meter atau lebih ketika mencapai wilayah pantai dan daerah
padat. Tsunami dapat menimbulkan kerusakan yang sangat parah di wilayah yang
jauh dari sumber pembangkitan gelombang, meskipun peristiwa pembangkitan
gelombang itu sendiri mungkin tidak dapat dirasakan tanpa alat bantu.
Tsunami bergerak maju ke satu arah dari
sumbernya, sehingga wilayah yang berada di daerah "bayangan" relatif
dalam kondisi aman. Namun demikian, gelombang tsunami dapat saja berbelok di
sekitar daratan. Gelombang ini juga bisa saja tidak simetris. Gelombang ke satu
arah mungkin lebih kuat dibanding gelombang ke arah lainnya, tergantung dari
peristiwa alam yang memicunya dan kondisi geografis wilayah sekitarnya.
JENIS-JENIS
TSUNAMI
a.
Tsunami
jarak dekat (lokal); terjadi 0-30 menit setelah gempa.
Jarak pusat gempa ke lokasi ini
sejauh 200 km. Besar kemungkinan bahwa daerah di sekitar gempa bumi merasakan
atau bahkan merusak bangunan. Tanda-tanda sebelum terjadi tsunami adalah
getaran kuat dan sering diikuti oleh pasang surut air laut. Tanda-tanda ini
diperbesar dengan sistem peralatan yang dilengkapi dengan alarm.
b.
Tsunami
jarak menengah; terjadi 30 menit-2 jam setelah gempa.
Jarak pusat gempa ke lokasi ini
sejauh 200 km sampai 1.000 km. Ada kemungkinan bahwa daerah di sekitar jarak
ini merasakan juga gempa dengan intensitas II sampai V MMI (Modified Mercalli
Intensity). Tanda-tanda sebelum terjadi tsunami adalah getaran kuat dan sering
diikuti oleh pasang surut air laut. Sistem peralatan daerah ini juga sama
dengan daerah di atas, namun sistem peralatan mungkin lebih banyak berperan
karena getaran tidak terlalu keras. Tanda-tanda ini juga diperbesar dengan
sistem peralatan yang dilengkapi dengan alarm.
c.
Tsunami
jarak jauh; terjadi lebih dari 2 jam setelah gempa.
Jarak
lokasi daerah ini dari pusat gempa lebih dari 1.000 km, karena itu kecil
kemungkinan daerah ini merasakan gempa. Namun masih mungkin terjadi pasang
surut sebelum gelombang tsunami datang. Sistem peralatan daerah ini tidak perlu
dilengkapi dengan accelerograph, kecuali daerah ini juga termasuk daerah rawan
tsunami jarak dekat. Peralatan yang diperlukan untuk daerah ini adalah Tremors
yang sudah dipasang di Stasiun Geofisika Tretes.
SISTEM
PERINGATAN DINI
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik,
terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan
prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat
diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan
proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar
atau permukaan laut yang terhubung dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama
denganperangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi
gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam.
Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal
akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawaii pada tahun 1920-an. Kemudian,
sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar
pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific
Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data
dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan
peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika
Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph
Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah
cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui
dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian
tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil
memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber,
kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami
di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun
begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri
sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan,
dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami
masih belum bisa dimodelkan secara akurat.
Sistem Peringatan Dini Tsunami di
Indonesia
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan
negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami
Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini
berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta.
Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa
yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang
disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat
peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan
Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini
Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah
daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak
Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KEMENRISTEK). Sedangkan
instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan
PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika).
Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu
paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4
komponen:
1. Pengetahuan mengenai Bahaya dan
Resiko,
2. Peramalan,
3. Peringatan, dan Reaksi Observasi
(Monitoring gempa dan permukaan laut),
4. Integrasi dan Diseminasi Informasi,
Kesiapsiagaan.
Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami
merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara
internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka
kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi
gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG
Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui
peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan
apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan
berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu.
Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga
akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya
(GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang
tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG.
BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara,
yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang
meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info
peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database
BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS,
Faximile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai
fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian
dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan,
tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini
Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah
rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk
mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal
ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya
adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). “Mengapa Radio?” jawabannya
sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio
dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat
dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar